Senin, 11 Januari 2010

Kejujuran Modal Utama dalam Pendidikan

Posted by M. Wahyu Hidyat  |  at  01.13 No comments

Oleh:  Fitri Apriani Susliawati 
NIM: 0906844


Pendahuluan

Pendidikan bahasa Jerman sangat mengutamakan kejujuran. Tradisi ini sudah ditanamkan sejak adanya pendidikan itu sendiri. Untuk mempertahankan kejujuran dalam pendidikan, harus dengan adanya kesadaran dalam diri dan menghilangkan segala perbuatan yang mengacu pada ketidakjujuran dan segala bentuk kecurangan. Ini perlu diperhatikan karena untuk belajar di Jerman, kebiasaan yang tidak baik seperti menyontek, plagiasi atau manipulasi, menjiplak karya orang lain dan hal lain yang mencakup dalam ketidakjujuran akademis, agar diingatkan untuk menghentikan bahkan menghilangkan kebiasaan buruk itu. Alasannya, selain menipu diri sendiri, juga dapat merusak kejujuran yang merupakan roh utama pendidikan. Itu semua merupakan upaya untuk menjunjung tinggi nilai kejujuran yang sangat berkaitan dengan nilai kebenaran.


Bukti Jerman Menghargai Kejujuran

Untuk membuktikan bahwa Jerman menghargai kejujuran yaitu dengan adanya ketentuan yang harus dilaksanakan semua pihak, bahkan terdapat sanksi setiap pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, mahasiswa tidak bisa begitu saja melakukan mengkopi dan menyalin suatu tugas karena akan ada sanksi jika hal tersebut diketahui dan diulangi lagi, seperti dikeluarkan dari Univesitas. 

Menurut Yohanes Bosco Djawa OCarm, Pastor asal Bajawa-Flore yang menjadi mahasiswa Filsafat Teologi Sankt George di Frankfrut dalam Toni D Widiastono (2008:1).
“Saya bersyukur, disini ada peraturan yang amat keras. Menyontek, jika dianggap amat parah, bukan hanya tidak lulus, tetapi juga dikeluarkan. Semua aturan terkait kejujuran itu sudah tercantum dalam Studienordnung. Cari saja paragraf soal menyontek, akan keluar berbagai aturannya. Semua ketentuan itu sudah tercantum disana, antara lain aturan studi dan aturan ujian. Semua sudah jelas”,tuturnya.

Dengan adanya sanksi dan aturan-aturan yang sangat keras yaitu tidak lulus bahkan dikeluarkan. Hal ini, menunjukan bahwa Jerman masih menghargai kejujuran yang sangat dipertahankan sampai saat ini.

Menurut Dipl-ing Rinaldi Sobirin dari Fakultas Teknik Elektro, TU Darmstadi dalam Toni D Widiastono (2008:1)
 “Beberapa waktu lalu ada teman Dosen, orang Jerman, menemukan sebuah tesis yang sedang diajukan dan didalamnya ada bagian yang membuatnya ragu. Dosen tersebut memang harus membaca semua dulu sebelum memberikan kata pengantar. Dia berkata, “untuk bagian ini. kok, dia merasa pernah membaca”. Lalu dicarilah di internet. Ternyata benar bagian skripsi itu dicontek dari RWTH Aachen. Teman saya tahu ini bukan bahasa mahasiswa, ini bahasa Profesor. Tetapi, karena ini praktikum suatu eksperimen dan bukan ujian, dia minta untuk perbaikan dan diingatkan untuk tidak mengulangi lagi. Kalau tidak, Si mahasiswa tersebut bisa dikeluarkan”,tuturnya.

Inilah suatu kejadian di Jerman yang merupakan sangat dilarang untuk mengkopi dan menyalin karya orang lain yang mengarah pada perbuatan kecurangan. Penulis pun menyatakan “Jerman ini hanya ingin menghasilkan insinyur dan intelektual yang mumpuni dan bukan hanya ahli mengecap”.

Masalah kejujuran dunia pendidikan sudah selayaknya dipelihara dan diutamakan dalam dunia pendidikan. Maka pendidikan akan memberikan nilai-nilai utamanya jika kejujuran tetap masih ada dalam kehidupan.

Menurut Christian Dick, mahasiswa Teknik Elektro semester IV di TU Darmstadi dalam Toni D Widiastono (2008:2).
“Maka benar kalau dikatakan kejujuran adalah roh pendidikan. Kami di sini sejak kecil memang dilatih untuk jujur, apa adanya, dan tidak memanipulasi hasil. Meski demikian, tidak berarti praktik ketidakjujuran sudah hilang. Di sekolah tentu saja masih ada yang tidak jujur. Maka peraturan itu menjadi penting dan harus ditegakkan. Maka dalam hal skripsi atau karya tulis pun semua harus jelas. Berbagai kutipan yang dilakukan harus ditunjukkan sumbernya. Dengan cara ini, kami diajak untuk menghindari plagiasi, menghindari penipuan. Kalau pendidikan sudah dicurangi, hasil apa yang akan diperoleh?”,tuturnya.

Sejak dini memang kita harus dilatih kejujuran karena dipihak keluarga merupakan bagian terkecil untuk di bina pada kejujuran, agar ketika sudah mencapai dewasa dan terjun di kehidupan bermasyarakat kita terbiasa untuk menerapkan kejujuran dalam diri.


Kehidupan dan Penghasilan di Jerman

Kejujuran juga terkait dengan kehidupan dan penghasilan. Kehidupan dosen memang lebih baik dari kehidupan mahasiswa dan dibandingkan dengan kehidupan mentri atau pejabat negara itu jelas tidak mungkin kehidupan seperti itu. Artinya, orang-orang Jerman sudah terbiasa hidup apa adanya, jauh dari rasa tamak, jauh dari berlaku tidak jujur dengan memanfaatkan jabatan atau profesi dan ada standarnya.

Menurut Rinaldi dalam Toni D Widiastono (2008:2).
“Benar, di sini semua ada standarnya. Gaji pembantu dosen tidak akan mungkin lebih tinggi dari profesor. Sebagai pembantu dosen dengan status bujangan, mereka akan mendapat gaji bersih antara 1.600 euro atau 1.700 euro. Kalau sudah berkeluarga, perhitungan gaji juga didasarkan pada jumlah anak. Yang jelas, pembantu dosen yang sudah berkeluarga minimal akan mendapatkan gaji 2.100euro dan yang paling besar 3.000 euro. Jumlah itu lebih besar karena ada subsidi untuk anak”,tuturnya.

Disebut gaji bersih karena sudah dipotong pajak, asuransi, pensiun dan sebagainya. Dengan gaji bersih 1.600 euro atau 1.700 euro, berarti gaji kotor pembantu dosen itu sekitar 3.200 euro atau 3.400 euro. Jadi potongan pajak hampir mencapai 50 persen. Seseorang yang ingin kembali ke negara asalnya dan tidak akan kembali lagi ke Jerman uang pensiunan yang dikumpulkan tiap bulan bisa diambil kembali.


Berlaku Hidup Mandiri

Pendidikan di Jerman memberikan kualitas yang istimewa yang disertai dengan fasilitas yang mumpuni. Tetapi, fasilitas bukan segala-galanya hanya untuk memacu motivasi belajar dan praktik.

Menurut Rinaldi dalam Toni D Widiastono (2008:3).
“Bagi saya pribadi, belajar di Jerman mengajak kita untuk mandiri. Di Jerman, umumnya orang dituntut untuk bisa mandiri. Kalau ia bisa melewati masa itu, ia akan berhasil dan mumpuni. Dulu, dari Rektor Aachen, membuat sistem yang memaksa mahasiswa harus mandiri. Jika tidak bisa mandiri, dia akan keluar. Jadi, yang lulus benar-benar orang yang siap survive di dunia kerja”,tuturnya.

Namun, keistimewaan Jerman dalam pendidikan bukan dibangun dalam satu dua tahun. Jerman juga memiliki latar belakang dan sejarah pendidikan yang lama, terutama untuk bidang teknik. 

“Hal ini juga dikuatkan oleh kebiasaan orang Jerman yang suka bermain perkakas, suka utak-utik alat sejak berabad-abad lalu. Maka tak heran jika teknologi dari Jerman masih sulit ditandingi”,tuturnya.
Kebiasaan orang Jerman tersebut perlu kita contoh agar kita juga bisa seperti orang Jerman yang terampil dan mandiri dalam suatu hal.


Taman Kanak-kanak di Jerman

Untuk pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, semuanya gratis. Pemerintah berkewajiban menyediakan sarana pendidikan dan semua orang diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Maka masyarakat dibebaskan dari kewajiban membayar uang pendidikan. Bahkan kalau ada anak yang tidak ingin sekolah, polisi memaksa orangtua dan anak-anaknya untuk sekolah.

Menurut Christian Dick dalam toni D Widiastono (2008:4).
“Tetapi, untuk taman kanak-kanak berbeda. Selain diberi aneka pengetahuan yang terkait dengan kebutuhan anak-anak, mereka juga disediakan makanan yang sehat dan fasilitas untuk istirahat. Dengan demikian, wajar kalau anak-anak taman kanak-kanak justru diharuskan membayar. Pembayaran itu, sekali lagi, bukan untuk pendidikannya, tetapi karena harus menyediakan sarana tidur, memberi makanan dan sebagainya. Ya, itu semua sebenarnya hasil upaya dan usaha yang lama. Maka usia pendidikan di Jerman sendiri umumnya cukup tua. Fakultas Elektro di TU Darmstadt ini saja sudah 125 tahun. Sudah cukup tua”,katanya.

Sebenarnya dengan dilakukan sistem seperti itu sangat bagus sehingga orangtua tak perlu lagi memikirkan masalah biaya untuk sekolah maupun kuliah anak-anaknya karena pemerintah yang ikut serta aktif membangun dan menghasilkan masyarakatnya menjadi orang-orang yang insinyur dan intelektual.


Simpulan

Beberapa simpulan yang dapat diambil dari perumusan masalah dalam makalah ini,yaitu:
a. Kejujuran, Roh Utama Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan dihilangkan pada diri seseorang sampai kapanpun.
b. Kejujuran dalam dunia pendidikan sudah layaknya dipelihara dan diutamakan dalam dunia pendidikan yang menjadi tugas kita semua.
c. Kehidupan dan penghasilan juga terkait dalam kejujuran.
d. Belajar di Jerman menuntut kita untuk hidup mandiri.
e. Pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi gratis, kecuali taman kanak-kanak untuk menyediakan sarana dan prasarana.



Referensi
Widiastono, Toni D.2008.”Kejujuran, Roh Utama Pendidikan”.[online].Tersedia:
http://rajasidi.multiply.com/journal/item 2138.
Widiastono, Toni D.2008.”Kejujuran, Roh Utama Pendidikan”.Kompas,
tanggal 26 Oktober 2009.

About the Author

Write admin description here..

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 komentar:

    Featured Post (Slider)

    Powered by Blogger | Big News Times Theme by Basnetg Templates

    Total Pageviews

    Blogroll

    Followers

    Featured Posts Coolbthemes

    Contact Us

    Nama

    Email *

    Pesan *

    Blogger news

    (Tab Widget 2)

    Diberdayakan oleh Blogger.

    Translate

    Search This Blog

Text Widget

© 2013 give it a shot. WP Theme-junkie converted by Bloggertheme9
Blogger templates. Proudly Powered by Blogger.
back to top